Selasa, 19 Juli 2016

Mengenal pasukan Kostrad yang tembak mati teroris diduga Santoso

Setelah melakukan perburuan bertahun-tahun, Satuan Tugas (Satgas) Tinombala berhasil menembak mati dua pelaku teroris, salah satunya diduga Santoso alias Abu Wardah. Terduga Santoso tewas setelah dihujani tembakan balasan dari aparat keamanan, satu peluru tepat mengenai kepalanya.



Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal Tatang Sulaiman memastikan penembak mati dua teroris dari kelompok Santoso adalah prajurit Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad). Prajurit Kostrad tersebut berasal dari Batalyon Infantri 515/Para Raider.

"Kontak tembak dari satuan tembak Batalyon Infantri 515 Kostrad, tim penembak masih belum jelas. Yang jelas tim satgas penugasan pengejaran Santoso, penembakan terjadi pada 17.00-17.30 waktu Poso dengan lima orang, dua meninggal salah satu cirinya berjenggot dan mempunyai tahi lalat yang cirinya dicurigai mirip Santoso," kata Tatang kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/7).

Klaim tersebut juga dibenarkan oleh Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen Rudy Sufahriadi. Di mana penembak dua teroris tersebut merupakan anggota Batalyon 515/Para Raider, salah satunya diduga pemimpin Majelis Indonesia Timur (MIT) Abu Wardah alias Santoso di pegunungan desa Tambarana, Pesisir Utara Poso, Sulawesi Tengah.

Siapa Batalyon Infantri (Yonif) 515/Para Raider Kostrad?

Batalyon ini merupakan salah satu kesatuan di bawah komando Brigif 9/Daraka Yudha dari Divisi Infanteri 2/Kostrad. Sebelum tergabung bersama Kostrad, Yonif 515 merupakan satuan organik di bawah Kodam VIII/Brawijaya sebelum dialihkan ke Kostrad sesuai surat perintah Pangdam Brawijaya Nomor Sprin/416/III/1978.

Batalyon ini bermarkas di Tanggul, Jember, Jawa Timur. Sebelum menempati posisi ini, Yonif 515 beberapa kali pindah-pindah markas, mulai dari Lawang, Malang; Rambipuji, Jember dan baru menempati markas terakhir di Tanggul pada 1978. Sejak dibentuk, sudah 138 prajurit yang gugur di medan pertempuran.

Batalyon ini dibentuk setelah Badan Keamanan Rakyat di wilayah Probolinggo berdiri. Para anggotanya semula berasal dari Peta, Keigun, Pemuda Pelajar dan Pemuda Pejuang, dan Letkol Soedarsono ditunjuk sebagai komandan pertamanya pada 29 Agustus 1945 lalu.

Selang dua bulan, tepatnya 5 Oktober 1945 BKR kesatuan ini berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan kembali berganti jadi Yon 4/TKR Resimen II Divisi 8, dengan berkekuatan 4 Kompi. Batalyon ini dipimpin Mayor H Katamsi, sedangkan Letkol Soedarsono ditunjuk menjadi Komandan Resimen II. Tak lama, Komandan Batalyon digantikan oleh Mayor Sunaryo.

Setahun berikutnya, Batalyon 4 diubah namanya menjadi Batalyon 138/Macan Kumbang Divisi 8, dan Kapten Abdul Syarif ditunjuk sebagai Komandan Batalyon. Pasukan ini beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda, salah satunya merebut kembali Kota Surabaya yang sempat dikuasai NICA.

Dengan taktik gerilya, Yon 138/Macan Kumbang berhasil menghambat langkah Belanda menguasai Probolinggo, meski akhirnya terpaksa melepaskan kota tersebut pada 12 Juli 1947. Selama perang, pasukan ini menciptakan semboyan 'Rawe Rawe Rantas Malang Malang Putung' dan 'Patah Tumbuh Hilang Berganti'.

Agresi militer yang dilakukan Belanda sempat membuat batalyon ini dibubarkan. Setelah setahun menghilang, Batalyon ini kembali di organisasikan ulang dan melebur seluruh pasukan bersenjata di Probolinggu dengan berkekuatan empat kompi. Pada 12 Desember 1949 batalyon ini kembali diresmikan dan menyandang nama baru menjadi Batalyon 105/Macan Kumbang dengan Komandan Batalyon Kapten Abdul Syarif.

Setelah penyerahan kedaulatan, Batalyon ini kembali berubah nama menjadi Batalyon 134, dan akhirnya menjadi Batalyon Infanteri 515/Ugra Tapa Yudha. Seiring dengan peningkatan kemampuan para prajurit, nama batalyon ini kembali diubah menjadi Yonif 515/Raider

Sama dengan satuan TNI lainnya, pasukan ini telah makan asam garam medan pertempuran, mulai dari perang kemerdekaan, penumpasan pemberontakan, perang di Timor Portugis hingga Aceh.

Load disqus comments

0 komentar